Label

Sabtu, 09 Januari 2010

Target Produksi Meleset


Potensi produksi minyak yang hilang akibat penundaan proyek dan gangguan cuaca mencapai 45.775 barel per hari.
Awal tahun 2010, Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali berhadapan dengan masalah yang sama dengan awal tahun sebelumnya. Walaupun terkesan jadi terbiasa, ekspresinya menyiratkan sikap kecewa terhadap tidak tercapainya produksi dan lifting minyak 2009. "Sayang, target produksi tahun lalu sebesar 960 ribu barel per hari realisasinya 952 ribu barel per hari. Ini mengkhawatirkan untuk 2010," katanya. Senin (4/1).
Dia pantas kecewa karena sudah jauh-jauh hari mengingatkan, jika sasaran lifting tidak tercapai, negara akan kehilangan sumber pendapatan. "Akan bolong tanpa ada kompensasi." katanya.Sebelumnya, Sri Mulyani pernah pula menegaskan agar target lifting harus realistis. "Kalau hanya pepesan kosong, saya harus cari pengganti dari mana?" ujarnya.
Meski produksi dan lifting tidak mencapai sasaran, penerimaan negara dari sektor migas melebih target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2009, yakni 230 triliun rupiah menjadi 235 tribun rupiah. Tapi, penerimaan itu lebih rendah dari realisasi 2008 yang sekitar 350 triliun rupiah.Sementara itu, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) melaporkan, rata-rata penurunan Indonesian Crude Price (ICP) pada 2009 sebesar 63 dollar AS per barel, sedangkan tahun lalu rata-rata 93 dollar AS per bareL Padahal, dari segi produksi, pencapaian produksi migas mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya.
BP Migas juga melaporkan realisasi lifting minyak nasional hingga Desember 2009 diperkirakan mencapai 949.130 barel per hari. Jumlah tersebut naik dibanding lifting minyak 2008 yang berkisar 925.960 barel per hari. Sedangkan realisasi produksi minyak mencapai 948,48 ribu barel per hari atau 98,91 persen dari target produksi sebesar 960 ribu barel per hari BP Migas pun optimistis tahun 2010 akan lebih baik dari 2009 karena terdapat 10 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang profil produksinya selalu naik sepanjang tahun 2009 dan 14 kontraktor KKS yang produksinya melebihi target yang ditetapkan untuk mendukung pencapaian anggaran negara.
Berbagai Kendala
Menurut Kepala BP Migas R Priyono, tidak tercapainya target produksi tahun 2009 disebabkan adanya penundaan proyek maupun unplanned shutdown, seperti gangguan cuaca, rusaknya fasilitas produksi, masalah kelistrikan, dan pencurian. "Potensi produksi minyak yang hilang dari dua kendala tersebut mencapai 45.775 barel per hari," katanya.Dirjen Minyak Bumi dan Gas Alam Departemen ESDM Evita Legowo mengatakan kendala cuaca yang tidak menentu menyebabkan sebagian cadangan minyak tidak bisa terangkat "Tapi tidak terlalu banyak. Saat ini realisasi lifting minyak berada dalam kisaran 945.000-948.000 barel per hari," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu meyakinkan target lifting yang tidak tercapai tidak berpengaruh pada postur anggaran negara. Sebab, ada faktor lain yang mampu menutup kekurangan penerimaan dari lifting. Salah satunya adalah nilai tukar rupiah yang stabil.Pengamat energi dari Re-forMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto, berpendapat lifting minyak saat ini sudah memperhitungkan pelepasan cadangan 1 juta-3 juta barel. Dengan demikian, kemungkinan lifting minyak yang riil hanya sekitar, 942.000 barel per hari.
Agung memperkirakan produksi minyak masih sulit digenjot "Asumsi lifting 965.000 barel per hari ndak realistis. Justru sebaiknya asumsi lifting perlu diturunkan menjadi sekitar 940.000 barel per hari supaya tidak menambah risiko fiskal," kata dia.Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Migas (Aspermigas) Effendi Siradjuddin mengatakan perbedaan pernyataan antara Menteri Keuangan dan Menteri ESDM soal lifting atau produksi minyak 2009 menjadi bukti pemerintah hanya meributkan persoalan kecil dan melupakan ancaman besar soal penurunan produksi minyak.
Menurut Effendi, teknik perhitungan dan referensi yang dipakai dua departemen tersebut berbeda dan tidak bersinergi. Angka-angka tentang realisasi produksi minyak 949.000 barel tahun 2009, target produksi di APBN-P sebesar 960.000 barel, serta target produksi sebesar 965.000 barel di tahun 2010 tidak berbanding signifikan dengan kebutuhan konsumsi."Aspermigas menghitung, secara nasional kebutuhan minyak Indonesia mencapai 1,4 juta barel per hari. Padahal, dari produksi sekitar 960.000 barel per hari, sebanyak 50 persennya diekspor dan sisanya sekitar 450 ribu barel digunakan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Akibatnya, kebutuhan dalam negeri mengalami defisit "Kita itu masih impor 900.000 bareL Katakanlah lifting 2010 tercapai, apa cukup menutupi kebutuhan konsumsi?" ungkapnya.
Ke depan, Effendi optimistis produksi minyak nasional masih bisa tumbuh dengan tiga catatan. Pertama, eksplorasi sumur baru membutuhkan dana besar. Untuk itu, investor harus diberi jaminan dan kepastian iklim investasi dari pemerintah (hambatan birokrasi dihilangkan, ego sektoral dihilangkan, dan tumpang tindih aturan ditiadakan)Kedua, pemerintah merealisasikan peraturannya, yakni mendorong sumur yang belum berproduksi untuk didorong berproduksi dan mempertahankan produksi. "Kalau untuk lifting tahun 2010, saya percaya tercapai, tetapi apa gunanya kalau hanya tambal sulam?" tukasnya. san/E-8





Tidak ada komentar:

Posting Komentar